Sabtu, 16 Juli 2011

32. Imam Syafi’i Pembangun Ilmu Ushul Fiqih.

1. Kenyataan Sejarah.
Sejarah telah membuktikan bahwa Imam Syafi’i rahimahullah adalah pembangun ilmu ushul fiqih. Sebelum munculnya Imam Syafi’i rahimahullah belum ada ilmu ushul fiqih yang tertulis dan terperinci. Kitab ushul fiqih yang pertama dikarang adalah kitab “Ar Risalah”. Sebelum adanya kitab itu belum ada kitab ushul fiqih. Ummat Islam di seluruh dunia sangat beruntung benar, karena kitab ushul fiqih yang mula-mula dikarang itu dapat kita punyai sekarang dan banyak tersiar dalam dunia Islam.
Kitab "Ar Risalah" yang ada pada kami dikarang oleh Imam Syafi'i lebih-kurang 1300 tahun yang lalu, dan paling akhir dicetak oleh Pencetak Mustafa Babil Halaby tahun 1940 M. atau 1358 H. yang diberi komentar oleh Syeikh Ahmad Muhammad Syakir. Membaca dan meneliti kitab ini akan ternyata bahwa Imam Syafi'i adalah seorang Imam Mujtahid yang besar, ulama yang jarang tandingannya, benar-benar ahli dalam soal-soal Al Quran, soal Sunnah Nabi, soal Fiqih dan soal Ilmu Usul Fiqih dengan secara meluas, mendalam serta terperinci.
Boleh dikatakan, bahwa Imam Syafi’ilah pembuka mata ummat Islam di seluruh dunia dan yang memberikan pedoman yang ampuh bagaimana cara-cara mengartikan Quran, cara-cara mengartikan hadits dan cara-cara bagaimana mengambil dan menggali hukum-hukum fiqih dari dalamnya. Hal ini diakui oleh Imam Ahmad bin Hanbal, pembangun Madzhab Hanbali. Beliau berkata:
لَوْلاَالشَّفِعِيُّ مَاعَرَفْنَافِقْهَ الْحَدِيْثِ
Artinya : "Kalau tidak adalah Imam Syafi’i, kita tidak akan mengetahui fqih yang ada dalam Hadits”. (Muqaddimah Ar Risalah. halaman 6).
Dan berkata Imam Muhammad bin Hasan (sahabat Imam Abu Hanifah) :
أِنْ تَكَلَّمَ أَهْلُ الْحَدِيْثِ يَوْمًافَبِلِسَانِ الشَّافِعِيِّ
Artinya : "Kalau ahli-ahli hadits memperkatakan hadits maka mereka seolah-olah bercalup-cakap dengan Iidah lmam Syafi’i. (Muqaddimah Syarah Muhadzab, halaman 10).
Arti perkataan ini ialah, bahwa kalau ulama-ulama Islam mengambil hukum dari sesuatu hadits, maka ia tidak terlepas dari pedoman-pedoman yang diberikan oleh Imam Syafi’i.

Kamis, 14 Juli 2011

31. Isi Kitab Fiqih Syafi’i.

Isi kitab-kitab Fiqih Madzhab Syafi’i adalah hukum-hukum tentang sesuatu, yakni hukum-hukum agama Islam yang terdiri dari 5, yaitu :
1 Wajib.
Wajib ialah perintah Allah subhanahu wa ta’ala yang mesti dikerjakan, dengan ketentuan kalau dikerjakan diberi pahala dan kalau ditinggalkan akan berdosa dan dihukum, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
2. Sunnat.
Sunnat ialah perintah yang kurang derajatnya dari wajib, kalau perintah itu dikerjakan akan diberi pahala dan kalau ditinggalkan (tidak dikerjakan) tidak berdosa dan tidak dihukum (tetapi rugi tidak mendapat keutamaan/fadilah).
3. Haram.
Haram jalah larangan Allah, dengan ketentuan kalau dikerjakan akan berdosa dan dihukum dan kalau ditinggalkan (tidak dikerjakan) akan diberi pahala.
4. Makruh
Makruh ialah larangan yang sedikit rendah derajatnya dari haram, dengan ketentuan kalau dikerjakan tidak berdosa dan kalau tidak dikerjakan akan diberi pahala.
5. Mubah.
Mubah ialah sesuatu yang boleh dikerjakan dan boleh pula tidak dikerjakan dengan tidak mendapat dosa atau pahala. Tetapi kalau mubah ini dikerjakan dengan niat yang baik, yaitu dengan maksud menolong orang, membantu orang, maka yang mengerjakannya akan diberi pahala.
Inilah hukum fiqih yang 5.
Kitab-kitab fiqih Syafi’iyah penuh dengan hukum yang 5 ini, dan setiap masalah diberi salah satu dari hukum yang 5 ini. Perlu diketahui oleh setiap orang bahwa kitab-kitab Fiqih Syafi’i telah memakai bab, memakai pasal dengan teratur, sehingga sangat memudahkan bagi pelajar-pelajar yang hendak mempelajari kitab fiqih Syafi’i itu. Mengatur ilmu fiqih seperti sekarang belum ada pada zaman Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini juga termasuk bid’ah, tetapi bid’ah hasanah, bid’ah yang baik, karena dengan cara begini sangat menolong bagi para pelajar dan mahasiswa untuk meneliti satu persatunya.
Pada garis besarnya kitab-kitab Fiqih syafi’iyah itu boleh dibagi atas 4 bagian besar, yang dinamakan dalam istilah fiqih dengan "Rubu’" (seperempat), yaitu ,
1.       Seperempat bagian menerangkan soal-soal Ibadat kepada Tuhan, yang diberi nama "Rubu’ Ibadat”.
2.       Seperempat bagian menerangkan soal-soal pergaulan sesama manusia, yang diberi nama '"Rubu' Mu’amalat”.
3.       Seperempat bagian menerangkan soal-soal perkawinan, yang diberi nama "Rubu' Munakahat".
4.       Seperempat bagian lagi menerangkan hal ihwal yang bersangkutan dengan hukum pelanggaran, yang diberi nama "Rubu'Jinayat".
Rubu' Ibadat.
Dalam lingkungan ini diuraikan hukum-hukum yang bertalian dengan soal-soal kebersihan, yaitu soal air, cata-cara berwudhu', mandi, soal bejana mas dan perak, menggosok gigi, tayamum, cara buang air, soal haidh, nifas, mencuci najis, soal anjing dan babi, soal arak dan minuman keras, sampai-sampai kepada soal bersetubuh dan melahirkan anak.
Begitu juga soal-soal shalat, umpamanya waktu shalat, banyaknya raka'at shalat, menghadap kiblat, rukun shalat, banyaknya shalat sunnat, soal imam dan makmum, shalat dalam musafir, shalat dalam perang, shalat jama'ah dan sahalat Jum’at, shalat Hari Raya Haji dan 'Idul fitri, qasar dan jama’ shalat, membayar shalat yang tinggal dan yang ditinggalkan, shalat gerhana bulan dan matahari, dan lain-lain sebagainya.
Soal zakat, umpamanya harta yang dizakatkan, zakat mas dan perak, zakat harta galian, zakat harta perniagaan , zakat harta pertanian, zakat uang kertas, zakat fitrah, yang boleh menerima zakat, yang tidak berhak menerima zakat, nisab harta yang dizakatkan, waktu mengeluarkan zakat dan lain-lain sebagainya.
Soal-soal puasa, yaitu syarat-syarat wajib puasa, fardhu puasa, yang tidak boleh dikerjakan dalam puasa, masuk dan keluar puasa, puasa sunnat, malam qadar, I’tiqaf dalam bulan Ramadhan dan lain-lain sebagainya.
Soal yang bertalian dengan naik Haji, umpamanya rukun haji, soal miqat, wajib haji, wajib pergi haji, yang dilarang pergi haji, soal ihram, wuquf di Arafah, Umrah dan lain-lain sebagainya.
Rubu' Mu'amalat (Pergaulan).
Dalam lingkungan itu diuraikan hukum-hukum yang bertalian dengan jual-beli, yaitu soal-soal harta yang dijual, rukun jual beli, yang tidak boleh dijual, soal riba, soal bank, soal pinjaman pakai rente atau tidak, soal persekutuan perniagaan, soal pegang gadai, soal bagi hasil, soal sewa tanah, hutang-piutang, hibah, wadi'ah (simpanan), membangun tanah mati, merampas tanah orang lain dan lain-lain sebagainya. Juga dalam lingkungan hukum-hukum tentang harta pusaka, siapa yang dinamakan ahli waris, yang berhak menerima pusaka, yang tidak berhak menerima, pembagian pendapatan harta pusaka, wasiat-wasiat yang diluluskan dan yang tidak diluluskan.
Rubu' Munakabat. (Perkawinan).
Dalam lingkungan ini diperkatakan hukum-hukum perkawinan umpamanya soal kufu, soal muhrim, soal mahar, soal belanja, soal walimah, soal thalaq, soal khulu', soal zhihat, soal li'an, soal nidhanah dan lain-lain.
Rubu' Jinayat. (Hukum-hukum pidana).
Dalam lingkungan ini banyak sekali soal yang dimasukkan, umpamanya soal pembunuhan, soal qishas, soal denda, soal saksi-saksi palsu, soal kifarat membunuh dan lain-lainnya. Kedalam lingkungan ini juga termasuk soal peperangan, hukum berperang, jaminan kemenangan, kewajiban perang, yang tidak boleh ikut perang, kesopanan berperang, panglima perang, tawanan dan harta rampasan, menghadapi tawanan yang lain agama dan lain-lain sebagainya. Juga termasuk dalam lingkungan ini, soal-soal makanan dan penyembelihan binatang, binatang yang boleh dimakan dan tidak, berburu, sembelihan dan lain-lain sebagainya. Juga dalam lingkungan ini membahas soal-soal pengajian, siapa-siapa yang berhak menjadi hakim, yang berhak menjadi mufti, cara-cara pengajian, yang berhak menjadi saksi, hukuman kishas, hukuman buangan, denda, dera, potong tangan, hukuman mati dan lain-lain yang bersangkutan. Juga termasuk di sini soal-soal hukum mengangkat khalifah, ahlul halli wal aqdhi, cara- cata pengangkatan, kekuasaan rakyat, kekuasaan Tuhan, raja-raja yang diangkat secara keturunan dan lain-lain sebagainya yang bersangkutan dengan ini.
Demikianlah keringkasan isi dari kitab-kitab fiqih, di mana diterangkan di dalamnya dengan terang dan jelas, bahwa ini haram, itu wajib, itu sunnat, ini makruh dan lain-lain.
Inilah hukum fiqih yang wajib diketahui oleh ummat Islam sebelum mengerjakan sesuatu pekerjaan, atau dengan perkataan lain bahwa seseorang tidak boleh mengerjakan sesuatu kalau ia belum tahu, apakah hukumnya itu; wajibkah, haramkah, sunatkah, makruhkah, atau mubahkah. Barangsiapa yang mahir dalam 4 rubu’ ini, orang itu sudah boleh dinamakan Ahli Fiqih yang telah dikehendaki oleh Allah dan dalam azal akan menjadi orang yang baik-baik.

Sesuai dengan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam begini :

مَنْ يُرِدِ اللهُ بِهِ خَيْرًايُفَقِّهْهُ فِى الدِّيْنِ
Artinya : "Barangsiapa yang dikehendaki Alمah menjadi orang baik-baik, Allah menfaqihkan dia dalam Agama”. (Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim)
Fiqih itu tiangnya agama, dimana tanpa tiang maka agama akan runtuh dengan sendirinya. Bersabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam :
لِكُلِّ شَيْءٍعِمَادٌ وَعِمَادُ هَذَاالدِّيْنِ الْفِقْهِ وَمَاعُبِدَاللهُ بِأَفْضَلِ مِنْ فِقْهٍ فِى الدِّيْنِ
Artinya : “Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tiap-tiap sesuatu mempunyai tiang dan tiang agama ini adalah fiqih. Tidak ada ibadah kepada Allah yang lebih afdhal daripada ahli fiqih dalam agama”. (HR Tirmidzi)
Nabi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam :
فَقِيْهٌ وَاحِدٌ أَشَدُّ عَلَى الشَّيْطَانِ مِنْ اَلْفِ عَابِدٍ
Artinya : “Seorang ahli fiqih lebih sukar bagi syaitan untuk memperdayakannya disbanding sribu orang ‘abid’ (yang beribadah siang malam terus menerus, tetapi bukan ahli fiqih)”. (HR Tirmidzi)