Selasa, 07 Juni 2011

10. Masalah Talfiq.

Sekalian orang yang belum sampai kepada derajat Mujtahid ia harus taqlid kepada salah seorang lmam Mujtahid. Imam Mujtahid yang diakui oleh Dunia Islam sekarang hanya 4 yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Setiap orang merdeka memilih madzhab mana yang disukainya yang sesuai dengan hati nuraninya. Kalau ia sudah mengikut kepada salah satu Madzhab maka ia sudah lepas dari hutang keagamaannya.
Kalau orang itu pindah dari satu Madzhab kepada Madzhab lainnya boleh juga, karena yang 4 itu sudah diakui kebenarannya oleh dunia Islam. Hampir seluruh ummat Islam di dunia menganut salah satu madzhab yang 4 itu. Begitu juga apabila seseorang pindah bertaqlid kepada Imam lain dari Imamnya dalam lingkungan yang berempat itu juga dalam sesuatu soal, boleh juga. Tetapi harus memenuhi dua syarat, yaitu :
1. Jangan ada talfiq.
2. Jangan mencari yang ringan-ringan saja.
Arti Talfiq ialah campur aduk yang berbahaya. Berkata pengarang kitab I'anatut Thalibin, Sayid Abi Bakar Syatha dalam kitabnya itu, pada halaman 17, jilid 1 begini :
كُلٌّ مِنَ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ عَلَى الصَّوَابِ وَيَجِبُ تَقْلِيْدُ وَاحِدٍمِنْهُمْ, وَمَنْ قَلَّدَوَاحِدًامِنْهُمْ خَرَجَمِنْ عَهْدَةِ التَّكْلِيْفِ وَعَلَى الْمُقَلِّدِ أَرْجَحِيَّةُ مَذْهَبِهِ أَوْمَسَاوَاتُهُ وَلاَيَجُوْزُتَقْلِيْدُغَيْرِهِمْ فِى اِفْتَاءٍ أَوْقَضَاءٍ. قَالَ ابْنُ حَجَرٍوَلاَيَجُوْزُالْعَمَلُ بِالضَّعِيْفِ بِالْمَذْهَبِ وَيَمْتَنِعُ التَّلْفِيْقُ فِى مَسْأَلَةٍ كَأَنْ قَلَّدَ مَالِكًافِى طَهَارَةِ الْكلْبِ وَالشَّافِعِيَّ فِى مَسْحِ بَعْضِ الرَّأْسِ
Artinya : "Sekalian lmam yang 4 itu berjalan di atas garis yang benar, karena itu wajib bertaqlid/ mengikuti salah seorang dari mereka. Orang yang taqlid kepada salah seorang diantara mereka terlepaslah ia dari hutang keagamaan. Orang-orang yang bertaqlid itu harus meyakini bahwa madzhabnya itu yang lebih benar atau kebenarannya sederajat dengan madzhab lain; Tidak boleh taqlid kepada selain madzhab yang 4 di dalam fatwa atau dalam pengadilan. Berkata lbnu Hajar kata Sayid Bakri Syatha "bahwa tidak boleh mengamalkan perkataan yang dha'if dalam madzhab itu dan pula tidak boleh talfiq dalam suatu masalah, seperti halnya seseorang taqlid kepada madzhab Maliki dalam soal tidak najis anjing sedang ia shalat dengan wudhu' madzhab Syafi’i rahimahullah yang menyapu hanya sebagian kecil dari kepala".
Demikian fatwa Sayid Syatha.
Talfiq ialah taqlid kepada dua orang Imam dalam satu amal ibadat, tetapi kedua Imam yang bersangkutan tidak mengakui shahnya amal ibadat itu karena tidak sesuai dengan ajaran mereka masing-masing. Contohnya, seseorang yang berwudhu' dengan wudhu’ Madzhab Syafi’i yang menyapu hanya sebagian kecil dari kepala, kemudian kainnya dijilat anjing dan ia terus shalat. Apabila ditanya kepadanya, kenapa shalat dengan tidak mencuci kain yang dijilat anjing 7 kali? Dijawabnya : 'Tidak. Saya bertaqlid kepada madzhab Maliki yang mengatakan bahwa anjing itu tidak najis". Maka shalat orang yang semacam ini tidak sah, karena baik Imam Syafi'i dan maupun Imam Maliki menganggap bahwa shalat itu tidak sah dan bathal.
Imam Syafi’i rahimahullah berpendapat bahwa shalat itu bathal, karena ia shalat memakai kain bernajis dan Imam Maliki pun mengatakan bathal juga, karena ia shalat dengan wudhu'yang tidak sah, yaitu hanya menyapu sebagian kecil dari kepalanya, sedang menurut Madzhab Maliki wudhu’ yang syah wajib menyapu seluruh kepala. Ibadat yang macam inilah yang dinamakan ibadat talfiq, dan tidak sah.
Contoh yang lain dai talfiq.
Seseorang berwudhu' shalat, kemudian ia tersentuh wanita. Selanjutnya ia luka dan mengalir darah dari lukanya dan terus halat. Sesudah shalat ditanyakan kepadanya kenapa ia shalat saja sesudah tersentuh wanita sedang dalam madzhab Syafi’i bathal wudhu' kalau tersentuh wanita? Dijawabnya bahwa ia taqlid kepada madzhab Hanafi yang mengatakan tidak bathal wudhu' kalau menyentuh wanita. Manakala dikatakan kepadanya bahwa shalatnya itu juga tidak shah karena darah lukanya yang sudah mengalir dari badannya membathalkan wudhu' menurut Madzhab Hanafi, ia menjawab bahwa dalam hal itu ia bertaqlid kepada Imam syafi’i rahimahullah, yang berpendapat tidak bathal wudhu' dengan darah luka yang mengalir dari badan.
Kalau ditanyakan kepada Madzhab Hanafi shalat orang itu tidak shah karena wudhu'nya sudah bathal dengan darah mengalir dari tubuhnya, dan menurut Madzhab Syafi’i juga tidak shah shalat orang itu karena wudhu'nya bathal menyentuh wanita. Kedua madzhab tidak mengakui shahnya shalat. Itulah yang dinamakan talfiq, tidak diakui oleh kedua Imam yang bersangkutan. Adapun syarat yang kedua, jangan mencari yang ringan-ringan, ialah perpindahan dari satu Madzhab kepada Madzhab yang lain dengan maksud mencari fatwa yang ringan-ringan saja. Ini dilarang karena bisa mengakibatkan agama akan hapus bagi orang yang bersangkutan.
Contohnya:

Seseorang menyetujui Madzhab Hanafi dalam soal bersentuh dengan wanita yang tidak membatalkan wudhu'. Madzhab Hanafi ini ringan. Kita tidak perlu susah apalagi kalau hari hujan dan dingin untuk mengambil air wudhu’. Orang itu tidak mengeluarkan zakat dari barang-barang perhiasan emas isterinya, sedang dalam Madzhab Hanafi hal itu wajib dizakatkan. Manakala ditanyakan kepadanya, kenapa tidak dikeluarkan zakat harta perhiasan emas isterimu sesuai dengan ajaran Madzhab Hanafi, dijawabnya dengan : “Saya taqlid kepada Madzhab Syafi’i yang ringan. Madzhab Hanafi  terlalu berat”. Taqlid dengan maksud semacam itu dilarang, karena akhirnya orang itu bisa tidak beragama sama sekali. Oleh karena itu membuka pintu seluas-luasnya kepada orang banyak unruk membolehkan mereka menganut dan mengikut Madzhab apa saja yang disukainya dalam beribadat dan membolehkan mereka pindah dari satu Madzhab kepada Madzhab yang lain dengan semaunya saja sangat membahayakan sekali dalam agama karena bisa terjadi talfiq dan bisa pula mereka mencari yang ringan-ringan saja,yang akhirnya akan mengakibatkan mereka tidak menjalankan agama yang benar. Yang lebih baik, peganglah dan anutlah satu Madzhab saja dan bertawakallah kepada Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar