Sekalian orang yang
belum sampai kepada derajat Mujtahid ia harus taqlid kepada salah seorang lmam
Mujtahid. Imam Mujtahid yang diakui oleh Dunia Islam sekarang hanya 4 yaitu
Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Setiap orang merdeka memilih madzhab mana yang
disukainya yang sesuai dengan hati nuraninya. Kalau ia sudah mengikut kepada
salah satu Madzhab maka ia sudah lepas dari hutang keagamaannya.
Kalau orang itu pindah
dari satu Madzhab kepada Madzhab lainnya boleh juga, karena yang 4 itu sudah
diakui kebenarannya oleh dunia Islam. Hampir seluruh ummat Islam di dunia
menganut salah satu madzhab yang 4 itu. Begitu juga apabila seseorang pindah
bertaqlid kepada Imam lain dari Imamnya dalam lingkungan yang berempat itu juga
dalam sesuatu soal, boleh juga. Tetapi harus memenuhi dua syarat, yaitu :
1. Jangan ada talfiq.
2. Jangan mencari yang
ringan-ringan saja.
Arti Talfiq ialah campur
aduk yang berbahaya. Berkata pengarang kitab I'anatut Thalibin, Sayid Abi Bakar
Syatha dalam kitabnya itu, pada halaman 17, jilid 1 begini :
كُلٌّ
مِنَ الْأَئِمَّةِ الْأَرْبَعَةِ عَلَى الصَّوَابِ وَيَجِبُ تَقْلِيْدُ
وَاحِدٍمِنْهُمْ, وَمَنْ قَلَّدَوَاحِدًامِنْهُمْ خَرَجَمِنْ عَهْدَةِ
التَّكْلِيْفِ وَعَلَى الْمُقَلِّدِ أَرْجَحِيَّةُ مَذْهَبِهِ أَوْمَسَاوَاتُهُ
وَلاَيَجُوْزُتَقْلِيْدُغَيْرِهِمْ فِى اِفْتَاءٍ أَوْقَضَاءٍ. قَالَ ابْنُ
حَجَرٍوَلاَيَجُوْزُالْعَمَلُ بِالضَّعِيْفِ بِالْمَذْهَبِ وَيَمْتَنِعُ
التَّلْفِيْقُ فِى مَسْأَلَةٍ كَأَنْ قَلَّدَ مَالِكًافِى طَهَارَةِ الْكلْبِ
وَالشَّافِعِيَّ فِى مَسْحِ بَعْضِ الرَّأْسِ
Artinya : "Sekalian
lmam yang 4 itu berjalan di atas garis yang benar, karena itu wajib bertaqlid/
mengikuti salah seorang dari mereka. Orang yang taqlid kepada salah seorang
diantara mereka terlepaslah ia dari hutang keagamaan. Orang-orang yang
bertaqlid itu harus meyakini bahwa madzhabnya itu yang lebih benar atau
kebenarannya sederajat dengan madzhab lain; Tidak boleh taqlid kepada selain
madzhab yang 4 di dalam fatwa atau dalam pengadilan. Berkata lbnu Hajar kata
Sayid Bakri Syatha "bahwa tidak boleh mengamalkan perkataan yang dha'if
dalam madzhab itu dan pula tidak boleh talfiq dalam suatu masalah, seperti
halnya seseorang taqlid kepada madzhab Maliki dalam soal tidak najis anjing
sedang ia shalat dengan wudhu' madzhab Syafi’i rahimahullah yang menyapu hanya
sebagian kecil dari kepala".
Demikian fatwa Sayid
Syatha.
Talfiq ialah taqlid
kepada dua orang Imam dalam satu amal ibadat, tetapi kedua Imam yang bersangkutan
tidak mengakui shahnya amal ibadat itu karena tidak sesuai dengan ajaran mereka
masing-masing. Contohnya, seseorang yang berwudhu' dengan wudhu’ Madzhab
Syafi’i yang menyapu hanya sebagian kecil dari kepala, kemudian kainnya dijilat
anjing dan ia terus shalat. Apabila ditanya kepadanya, kenapa shalat dengan
tidak mencuci kain yang dijilat anjing 7 kali? Dijawabnya : 'Tidak. Saya
bertaqlid kepada madzhab Maliki yang mengatakan bahwa anjing itu tidak
najis". Maka shalat orang yang semacam ini tidak sah, karena baik Imam
Syafi'i dan maupun Imam Maliki menganggap bahwa shalat itu tidak sah dan
bathal.
Imam Syafi’i rahimahullah berpendapat bahwa shalat itu bathal,
karena ia shalat memakai kain bernajis dan Imam Maliki pun mengatakan bathal
juga, karena ia shalat dengan wudhu'yang tidak sah, yaitu hanya menyapu
sebagian kecil dari kepalanya, sedang menurut Madzhab Maliki wudhu’ yang syah
wajib menyapu seluruh kepala. Ibadat yang macam inilah yang dinamakan ibadat
talfiq, dan tidak sah.
Contoh yang lain dai
talfiq.
Seseorang berwudhu'
shalat, kemudian ia tersentuh wanita. Selanjutnya ia luka dan mengalir darah
dari lukanya dan terus halat. Sesudah shalat ditanyakan kepadanya kenapa ia
shalat saja sesudah tersentuh wanita sedang dalam madzhab Syafi’i bathal wudhu'
kalau tersentuh wanita? Dijawabnya bahwa ia taqlid kepada madzhab Hanafi yang
mengatakan tidak bathal wudhu' kalau menyentuh wanita. Manakala dikatakan
kepadanya bahwa shalatnya itu juga tidak shah karena darah lukanya yang sudah
mengalir dari badannya membathalkan wudhu' menurut Madzhab Hanafi, ia menjawab
bahwa dalam hal itu ia bertaqlid kepada Imam syafi’i rahimahullah, yang berpendapat
tidak bathal wudhu' dengan darah luka yang mengalir dari badan.
Kalau ditanyakan kepada
Madzhab Hanafi shalat orang itu tidak shah karena wudhu'nya sudah bathal dengan
darah mengalir dari tubuhnya, dan menurut Madzhab Syafi’i juga tidak shah
shalat orang itu karena wudhu'nya bathal menyentuh wanita. Kedua madzhab tidak
mengakui shahnya shalat. Itulah yang dinamakan talfiq, tidak diakui oleh kedua
Imam yang bersangkutan. Adapun syarat yang kedua, jangan mencari yang
ringan-ringan, ialah perpindahan dari satu Madzhab kepada Madzhab yang lain
dengan maksud mencari fatwa yang ringan-ringan saja. Ini dilarang karena bisa
mengakibatkan agama akan hapus bagi orang yang bersangkutan.
Contohnya:
Seseorang menyetujui
Madzhab Hanafi dalam soal bersentuh dengan wanita yang tidak membatalkan
wudhu'. Madzhab Hanafi ini ringan. Kita tidak perlu susah apalagi kalau hari
hujan dan dingin untuk mengambil air wudhu’. Orang itu tidak mengeluarkan zakat
dari barang-barang perhiasan emas isterinya, sedang dalam Madzhab Hanafi hal
itu wajib dizakatkan. Manakala ditanyakan kepadanya, kenapa tidak dikeluarkan
zakat harta perhiasan emas isterimu sesuai dengan ajaran Madzhab Hanafi,
dijawabnya dengan : “Saya taqlid kepada Madzhab Syafi’i yang ringan. Madzhab
Hanafi terlalu berat”.
Taqlid dengan maksud semacam itu dilarang, karena akhirnya orang itu bisa tidak
beragama sama sekali. Oleh karena itu membuka pintu seluas-luasnya kepada orang
banyak unruk membolehkan mereka menganut dan mengikut Madzhab apa saja yang
disukainya dalam beribadat dan membolehkan mereka pindah dari satu Madzhab
kepada Madzhab yang lain dengan semaunya saja sangat membahayakan sekali dalam
agama karena bisa terjadi talfiq dan bisa pula mereka mencari yang
ringan-ringan saja,yang akhirnya akan mengakibatkan mereka tidak menjalankan
agama yang benar. Yang lebih baik, peganglah dan anutlah satu Madzhab saja dan
bertawakallah kepada Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar